Selasa, 21 Februari 2023

Asal Usul Danau Toba (Cerita Rakyat Sumatera Utara)

 






Asal Usul Danau Toba (Cerita Rakyat Sumatera Utara)

Pada suatu hari, hiduplah seorang petani muda yatim piatu di pulau Sumatera. Pada suatu hari, petani muda memancing seekor ikan yang sangat indah. Warnanya kuning keemasan. Ketika dipegangnya, tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang Putri Jelita. Ternyata, Putri Jelita itu adalah wanita yang dikutuk karena melanggar suatu larangan. Ikan itu kemudian akan berubah menjadi sejenis makhluk yang pertama kali menyentuhnya.


Karena yang pertama kali menyentuhnya manusia, maka ikan itu pun berubah menjadi manusia. Petani Muda lalu meminta putri Jelita untuk menjadi istrinya. Lamaran tersebut diterima putri Jelita dengan satu syarat yakni petani muda tidak akan pernah menceritakan asal-usulnya yang berasal dari ikan pada siapa pun.


Petani muda menyanggupi syarat putri Jelita tersebut. Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang mempunyai kebiasaan buruk. Anak itu amat suka makan. Anak itu akan makan semua makanan yang ada. Pada suatu hari, anak itu memakan semua makanan yang disediakan untuk orangtuanya.


Padahal petani muda dan istrinya belum sempat makan makanan itu. Tapi sang anak masih terus merengek-rengek minta makan. Petani Muda menjadi sangat jengkel dan tak sengaja mengumpat mengatakan bahwa anaknya adalah anak keturunan ikan. Perkataan itu dengan sendirinya telah membuka rahasia istrinya.


Dengan demikian janji mereka telah dilanggar. Setelah kejadian tersebut, tiba-tiba istri dan anaknya menghilang tanpa jejak. Namun, di tanah bekas pijakan mereka menyemburlah mata air. Lama-kelamaan air yang mengalir dari mata air tersebut makin besar. Dan akhirnya menjadi sebuah danau yang sangat luas. Danau itu kini bernama Danau Toba.

Asal Mula Danau Rawa Pening (Cerita Rakyat Jawa Tengah)

 





Asal Mula Danau Rawa Pening (Cerita Rakyat Jawa Tengah)

Pada zaman dahulu, ada seorang anak miskin yang kudisan. Tidak ada seorang pun yang mau berteman dengannya. Apabila dirinya bermain, teman-temannya selalu mengejek dan mengusirnya. Suatu hari, penduduk dusun tempat tinggal si anak kudisan, mengadakan sebuah pesta. Ketika si anak kudisan datang ke pesta itu. Semua warga segera mencaci-maki, mengusir dan memukulnya. Anak Kudisan Bertemu Dengan Nenek Yang Baik Hati


Dengan teramat sedih, akhirnya si anak kudisan pergi ke sebuah gubuk tua dan bertemu dengan seorang nenek yang baik hati. Tanpa sungkan, si nenek bersedia menerima dan memberinya makan. Si Anak Kudisan kemudian berpesan, apabila nanti Nenek mendengar jeritan dari tempat pesta, Nenek harus segera mengambil centong nasi dan duduk di atas lesung. Sebab, tidak lama lagi akan ada banjir besar. Setelah berpesan, tiba-tiba saja si Anak Kudisan menghilang dan tiba-tiba saja sudah berada di tempat pesta.


Anak Kudisan bertemu nenek yang baik hati lalu anak kudisan memberikan sebuah centong nasi dan lesung penumbuk padi kepada nenek itu. Anak kudisan lalu menancapkan sebatang lidi di tempat pesta. Kemudian si Anak Kudisan berkata, barang siapa yang bisa mencabut lidi ini, dirinya akan menjadi pembantunya seumur hidup, tanpa harus dibayar. Ternyata tidak ada seorang pun yang mampu mencabut lidi itu. Namun, ketika si anak Kudisan mencabut lidi tersebut. Betapa mudah, lidi itu bisa dicabut dari tanah.


Dari lubang bekas lidi dicabut kemudian keluar air besar dan membanjiri. Lama-kelamaan air itu semakin besar dan semakin besar. Semua warga dusun yang berkumpul di pesta itu menjerit dan lari berhamburan. Sementara si Anak kudisan itu menghilang entah ke mana. Mendengar jeritan warga dari tempat pesta, sang nenek yang baik hati, segera mengambil centong nasi dan lesung. Banjir besar kemudian menenggelamkan seluruh Dusun dan kemudian membentuk sebuah danau yang dinamai Rawa Pening. Tidak seorang pun berhasil selamat, kecuali si nenek. Dusun itu pun berubah menjadi sebuah danau yang luas dan berair jernih dengan nama Rawa Pening. Danau tersebut sekarang dapat kita jumpai di daerah dekat Ambarawa.

Asal Mula Nama Baturaden (Cerita Rakyat Jawa Tengah)

  



Asal mula  Baturaden (Cerita Rakyat Jawa Tengah)

Pada suatu hari, ada seorang putri yang sedang diserang ular raksasa. Kemudian datang pemuda bernama Suta yang berhasil menyelamatkan Putri Adipati tersebut dari gigitan ular besar. Suta adalah seorang pembantu Adipati yang bertugas mengurus kuda-kuda Adipati. Suta merupakan seorang pekerja yang jujur dan ulet. Suatu ketika Suta mendengar Putri Adipati berteriak-teriak minta tolong.


Suta terkejut melihat seekor ular sangat besar menggantung di dahan pohon siap menelan putri Adipati yang ketakutan. Dengan keberanian luar biasa, tanpa memperdulikan keselamatan dirinya, Suta langsung berkelahi dengan ular itu. Dengan susah payah, akhirnya ular itu berhasil Suta taklukkan. Selang beberapa waktu, Suta yang menyukai sang puteri akhirnya memberanikan diri melamar Putri Adipati. Sejak peristiwa itu, Suta dan putri Adipati jadi saling mengenal dan jatuh cinta. Hingga akhirnya, Suta memberanikan diri untuk melamar putri Adipati.


Tentu saja Adipati menolaknya dan merasa terhina dengan lamaran Suta. Adipati pun berusaha memisahkan putrinya dengan menangkap Suta dan menjebloskannya ke penjara. Setelah itu, Putri Adipati membawa Suta pergi jauh dari kadipaten dengan menunggang kuda. Putri Adipati membawa Suta Pergi dari Kadipaten. Di dalam penjara, Suta menderita sakit parah. Tanpa sepengetahuan Adipati, Putri meminta bantuan pengasuh kepercayaannya untuk membebaskan Suta.


Setelah itu, Putri Adipati membawa Suta pergi jauh dari kadipaten dengan menunggang kuda. Putri menyamar sebagai orang desa, sehingga mereka pun lolos dari pengejaran. Berkat kesabaran dan perawatan sang Putri, Suta pun sembuh dari sakitnya. Berhari-hari Suta dan Putri pergi mengembara sampai akhirnya mereka tiba di sebuah daerah subur di kaki Gunung Slamet. Daerah itu kemudian diberi nama Baturaden. Nama ini diambil dari kata Batur dan Raden. Batur berarti pembantu yang menunjukan kedudukan Suta sebagai pembantu Adipati. Sedangkan Raden berarti gelar kebangsawanan yang menunjukan kedudukan sang Putri. Daerah Baturaden sekarang menjadi daerah wisata yang berada di daerah Purwokerto, Jawa Tengah.

Asal Usul Permainan Karapan Sapi Madura (Cerita Rakyat Jawa Timur)






Asal usul Permainan Karapan Sapi Madura (Cerita Rakyat Jawa Timur)

Pada suatu hari, Raja Sumenep mengadakan peninjauan ke sebuah desa. Di sana, tak sengaja Raja Sumenep melihat seorang petani sedang naik sebuah bajak yang ditarik oleh sapi di sawah. Sang Raja Sumenep tertarik ingin naik di atas bajak yang ditarik sapi itu. Seperti orang yang naik gerobak yang ditarik oleh sapi, pikir Raja Sumenep.


Sang Raja Sumenep pun mencobanya. Ternyata sangat menyenangkan. Raja Sumenep harus mempelajari dulu cara-cara mengendalikan sapi. Bagaimana cara menarik mereka dan mengatur kecepatannya.


Raja Sumenep kemudian mendapat ide. Sebenarnya jika bajak itu tidak membebani sapi, hewan berkaki empat itu dapat berlari cepat. Setelah itu, sapi diberi pijakan kaki untuk tempat berdiri si pengendaranya saat dinaiki. Raja Sumenep pun mencobanya lagi. Ternyata, sebuah pertunjukan yang sangat menyenangkan. Sang Raja Sumenep segera memperkenalkan kegiatan itu kepada prajuritnya.


Ternyata, mereka pun menikmatinya. Sore harinya, Sri Baginda Raja Sumenep mengumpulkan penduduk dan para pengawalnya. Akhirnya, permainan itu dikenal dengan nama karapan sapi. Yang berarti mengelola tanah atau membajak tanah sawah. Permainan karapan sapi itu masih biasa dilakukan sampai sekarang dan menjadi kebanggaan rakyat Madura.

Selendang Terbang Putri Bidadari (Cerita Rakyat Sumatera Barat)

 






Selendang Terbang Putri Bidadari (Cerita Rakyat Sumatera Barat)

Pada zaman dahulu, terdapat seorang pemuda tampan dan gagah bernama Datu Awang Sukma. Suatu hari, Datu Awang Sukma melihat ada 7 bidadari cantik sedang mandi di telaga. Para bidadari itu tidak tahu apabila Awang Sukma sedang mengintip mereka dan membiarkan selendang mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran di sekitar telaga.


Awang Sukma kemudian mencuri salah satu selendang terbang milik para bidadari itu. Setelah mandi para bidadari itu kemudian mengenakan selendangnya masing-masing dan bersiap-siap terbang pulang ke kahyangan. Namun sayang, selendang milik Putri Bungsu sudah dicuri Awang Sukma. Sehingga ia tak bisa terbang kembali ke kahyangan. Dengan sedih keenam kakaknya pergi meninggalkannya sendirian di bumi. Datu Awang Sukma pun segera keluar menemui Putri Bungsu dan mengajaknya tinggal bersamanya. Karena tidak ada pilihan lain lagi, maka Putri Bungsu akhirnya terpaksa menerima pertolongan Awang Sukma.


Kemudian Putri Bungsu dinikahi Awang Sukma dan melahirkan seorang bayi perempuan. Namun suatu hari, Putri Bungsu dikejutkan oleh seekor ayam hitam yang naik ke atas peti berisi padi. Ketika peti dibuka, Putri Bungsu kaget dan berseru gembira karena menemukan kembali selendangnya yang lama hilang. Akhirnya, Putri Bungsu memutuskan untuk kembali ke kahyangan. Putri Bungsu kemudian menyampaikan sebuah pesan kepada suaminya bahwa apabila anaknya rindu, ambillah tujuh biji kemiri dan masukkan ke dalam bakul yang digoncang-goncangkan dan iringilah dengan lantunan seruling, kelak dirinya akan hadir melihat anaknya. Putri Bungsu kemudian terbang ke kahyangan meninggalkan Datu Awang Sukma dan putrinya di bumi.

Asal Mula Danau Bagendit (Cerita Rakyat Jawa Barat)





Asal Mula Danau Bagendit (Cerita Rakyat Jawa Barat)

Pada sebuah desa yang tanahnya subur di Garut, hidup seorang janda kaya raya bernama Nyi Endit. Banyak penduduk di desa itu meminjam uang kepada Nyi Endit dengan bunga yang sangat tinggi. Nyi Endit juga menyuruh para tukang pukulnya untuk menagih utang dari penduduk dengan paksa apabila ada yang tidak mampu membayar utang dan bunganya tepat waktu.


Saat musim panen tiba, rumah Nyi Endit penuh dengan hasil panen. Namun, saat musim paceklik datang, penduduk banyak yang gagal panen dan menderita penyakit busung lapar. Nyi Endit justru berpesta pora bersama sanak keluarga, kerabat dan para tamunya. Ketika pesta berlangsung, tiba-tiba ada seorang pengemis yang meminta sedikit makanan kepada Nyi Endit. Dengan kesal, Nyi Endit menyuruh pengawalnya mengusir pengemis itu.


Namun, saat pengawal akan menangkapnya, tiba-tiba tubuh para pengawal terpental sendiri beberapa meter jauhnya. Ternyata, pengemis tersebut mempunyai kesaktian. Pengemis itu lalu mengambil sebatang ranting pohon dan menancapkannya ke tanah. Dirinya meminta Nyi Endit atau pengawalnya untuk mencabut ranting itu. Nyi Endit lalu menyuruh pengawalnya untuk mencabut batang ranting tersebut, namun tidak satu pun pengawalnya mampu mencabut batang ranting itu.


Setelah semuanya menyerah, barulah si pengemis mencabut sendiri ranting itu dengan mudahnya. Tiba-tiba, dari lubang bekas ranting yang tertancap itu keluar air yang memancar deras. Bersamaan itu, tiba-tiba si pengemis menghilang entah ke mana. Hujan lebat pun turun diselingi guncangan gempa bumi hebat.


Dalam sekejap, desa Nyi Endit terendam banjir. Nyi Endit dan para pengawalnya, akhirnya tewas tenggelam. Saat ini, desa itu berubah menjadi sebuah danau besar dan dalam. Danau itu lalu dikenal dengan sebutan Situ Bagendit. Situ bermakna danau, sementara Bagendit diambil dari nama Nyi Endit. Konon di Situ Bagendit hidup seekor lintah besar yang dipercaya sebagai jelmaan Nyi Endit yang lintah darat.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More